Driver Transportasi Umum adalah Profesi yang Patut Dihargai

Boby Siswanto
3 min readApr 17, 2024

Ya, artikel ini ingin membahas bahwa menjadi Driver Transportasi Umum adalah profesi yang patut dihargai. Ide tulisan ini berasal dari pengalaman pribadi yang menjadi driver ketika mudik lebaran tahun 2024. Note: penulis menjadi driver buat keluarga sendiri ya bukan narik penumpang umum :). Kenapa penulis ingin mengutarakan bahwa kita perlu menghargai driver, karena menjadi driver itu tidaklah mudah bro. Aspek teknis, fisik, emosi, psikologis, dan spiritual perlu dimiliki oleh seorang driver. Hal tersebut penulis rasakan sendiri.

Penulis mudik dari Bandung ke Palembang dengan kendaraan mobil (gak usah dibahas mobilnya apa ya bro). Jarak tempuh Bandung-Palembang lebih dari 700km. Rutenya: (1)Bandung-Pelabuhan Merak (via tol), (2)Pelabuhan Merak-Pelabuhan Bakauheni (via ferry),(3) Pelabuhan Bakauheni-Palembang (via tol). Yang nomor 1 jarak tempuhnya 285km, itu dengan kecepatan rata-rata 100km/jam di tol sampai dalam waktu 5 jam, eh kok gak sesuai dengan perhitungan rumus matematika ya: waktu=jarak/kecapatan? ya karena banyak faktor, ada berhenti di rest area, macet di luar tol juga. Untuk nomor 2 kami naik ferry express yang waktu tempuhnya 1 jam lebih, ya betul sih 1 jam lebih, tapi lebihnya yang kami alami lebih 3jam untuk nunggu di pelabuhan antri naik kapal. Nomor 3 jaraknya 384km dengan waktu tempuh 6 jam, walaupun tol, tapi perlu berhati-hati karena bukan daerah asal kami, jadi harus santun di tempat orang.

Nah hubungannya apa dengan profesi driver? oke, penulis selama sekitar 16 jam perjalan dalam sehari merasakan lelah fisik+pikiran karena perlu konsentrasi full melihat garis jalan+rambu jalan+mobil lain+rest area (penting banget nih rest area kalau ada keperluan buang hajat). Selain itu faktor internal dimana keluarga yang jadi penumpan kadang kurang kooperatif, apalagi kalau bawa bocah. Faktor eksternal pun tak kalah penting, yaitu saat berlomba dengan mobil lain untuk sampai garis finish yang entah dimana garisnya. Yang jelas do’a harus terus jalan, karena kemampuan kita sebagai manusia terbatas, yang Yang Maha Kuasa yang maha berhekendak, jadi do’a untuk selamat dalam perjalanan terus dipanjatkan, o iya bagi yang muslim jangan lupa sholat wajib yang 5 waktu. Nah itu dari beberapa hal yang penulis alami ketika menjadi driver 1 hari, itu diluar dari kebutuhan isi perut ya bro, karena driver juga manusia, butuh makan dan minum.

Kisah jadi driver 1 hari cukup melelahkan. Coba bayangkan kisah driver yang kisah jadi drivernya 30 hari dalam sebulan, ya gak 30 hari banget sih, musti ada offnya, yang pasti mereka lebih banyak skill drivernya yang sudah khatam seluk beluknya, tapi tetap saja mereka manusia butuh makan dan minum. Jadi gini bro, kalau ketemu transportasi umum yang agak ngotot mau duluan, bukan karena mereka sok jago, tapi karena tuntutan kebutuhan yang levelnya ekponensial bukan linear atau polynomial (eh maaf kebawa suasana, maksudnya kebutuhan mereka banyak tapi income dari menjadi driver tidak sebanyak itu bro). Tapi penulis beberapa kali pernah menjadi penumpang dan drivernya sabar dan ikhlas dengan profesinya, penulis salut dah.

Akhir kata, profesi menjadi driver itu bukanlah profesi yang mudah bro, butuh fisik, mental, spriritual yang kuat, mari kita lebih hargai para driver. Dan buat para driver, pesan penulis, walaupun Anda punya kebutuhan, pengendara lain juga punya kebutuhan dalam menggunakan jalan umum, jadi mari kita saling menghargai dalam berkendara agar tercipta suasana aman, nyaman, dan kondusif di jalan.

wassalam-bobsis’24

--

--

Boby Siswanto

Lulusan S2 Teknik Informatika Universitas Telkom dengan peminatan data mining. Saat ini aktif sebagai dosen di Universitas Bina Nusantara @Bandung.